Spilltekno – Situs bersejarah umat Islam kembali menjadi sorotan setelah banyak peninggalan arkeologi di dunia Islam dilaporkan rusak atau bahkan hancur total. Penyebab utamanya bukan hanya ulah kelompok ekstremis, tetapi juga proyek pembangunan besar-besaran yang dinilai mengabaikan nilai sejarah. Situasi ini membuat para arkeolog semakin prihatin, terutama atas apa yang terjadi di Makkah dan Madinah.
Tim Insoll, seorang arkeolog sekaligus profesor di Institute of Arab and Islamic Studies (IAIS), mengungkapkan bahwa banyak bukti sejarah Islam yang telah lenyap dan tidak bisa diselamatkan lagi. Ia menyebut, kombinasi antara tindakan destruktif kelompok ekstremis di Afrika Utara dan Timur Tengah serta gencarnya proyek konstruksi di Arab Saudi menjadi penyebab utama hancurnya jejak sejarah yang berusia ribuan tahun.
Salah satu contohnya terjadi pada 2014, ketika sejumlah bagian penting di sekitar Kakbah, termasuk serambi melengkung yang dibangun tiga abad silam oleh Kekaisaran Ottoman dan tiang-tiang marmer dari abad ke-8, dihancurkan untuk perluasan Masjidil Haram. Langkah ini diklaim sebagai upaya untuk menampung jutaan jemaah haji, namun para pengamat warisan budaya menyayangkan dampaknya terhadap peninggalan sejarah Islam.
Menurut Islamic Heritage Research Foundation yang berbasis di London, sekitar 98% situs sejarah dan keagamaan di Arab Saudi telah hancur sejak 1985. Situasi ini diulas lebih dalam oleh BBC dalam podcast “Beyond Belief: Archaeology and Religion” yang tayang Januari 2014, di mana pembawa acara Ernie Rea berdiskusi dengan Profesor Insoll mengenai tantangan besar dalam studi arkeologi Islam.
Profesor Insoll menyampaikan bahwa banyak artefak dihancurkan karena dianggap berpotensi mengarah pada penyembahan berhala. Ia mencontohkan penghancuran kuil di Timbuktu, namun menegaskan bahwa permasalahan sebenarnya ada pada pemahaman terhadap praktik Islam yang sangat beragam di berbagai belahan dunia.
Ia menyoroti bahwa situs bersejarah di Makkah dan Madinah sangat penting untuk dipelajari, tetapi justru menjadi tempat paling sulit diakses bagi para arkeolog, baik lokal maupun internasional. Dalam 10 tahun terakhir, barulah mulai terbuka peluang riset di wilayah tersebut, meski masih sangat terbatas.
Tiang-tiang peninggalan Dinasti Ottoman dan Abbasiyah yang dihiasi kaligrafi rumit serta mencatat nama para sahabat Nabi dan peristiwa penting dalam sejarah Islam, banyak yang telah hancur. Salah satu tiang bahkan diyakini menandai tempat dimulainya Isra Mi’raj oleh Nabi Muhammad SAW.
Pada 2013, Raja Abdullah sempat menunjukkan kepedulian terhadap warisan sejarah dengan membatalkan rencana perluasan Masjid Nabawi yang dapat menghancurkan tiga masjid tertua di dunia. Namun, menurut Profesor Insoll, Raja Salman yang kini berkuasa tampaknya tidak memberikan perhatian serupa, karena proyek perluasan terus berjalan di Makkah dan kota lainnya.
Selain masalah penghancuran fisik, hilangnya situs bersejarah umat Islam juga diperparah oleh kurangnya dokumentasi dan riset yang mendalam. Banyak peninggalan arkeologi di wilayah-wilayah penting Islam belum sempat digali atau dicatat secara ilmiah sebelum dihancurkan. Hal ini membuat celah besar dalam upaya memahami sejarah peradaban Islam secara utuh.
Ketiadaan regulasi ketat dari pemerintah di beberapa negara juga ikut mempercepat kerusakan warisan sejarah ini. Ketika prioritas pembangunan lebih menitikberatkan pada modernisasi kota, pelestarian situs kuno sering kali dianggap sebagai hambatan. Alhasil, pembangunan masif seperti hotel, pusat perbelanjaan, hingga jalur transportasi modern kerap menelan situs berharga yang seharusnya dilindungi.
Para sejarawan dan peneliti menilai bahwa hilangnya situs-situs tersebut bukan hanya kerugian bagi umat Islam, tetapi juga bagi peradaban dunia. Jejak arsitektur, seni ukir, dan catatan sejarah yang ada di lokasi-lokasi suci seperti Makkah dan Madinah merupakan sumber ilmu yang penting untuk memahami dinamika sosial, budaya, dan spiritual dalam sejarah Islam.
Tantangan lain adalah sikap masyarakat yang kurang menyadari pentingnya pelestarian warisan sejarah. Banyak warga lokal yang lebih fokus pada manfaat ekonomi dari pariwisata atau proyek infrastruktur, tanpa menyadari nilai sejarah dari tempat-tempat yang dihancurkan. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi publik yang lebih luas soal pentingnya menjaga situs sejarah sebagai bagian dari identitas kolektif umat.
Update terbaru menyebutkan bahwa sejumlah lembaga internasional tengah mengajukan kerja sama pelestarian situs Islam dengan otoritas Arab Saudi. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian apakah upaya tersebut akan disetujui atau diterapkan dalam waktu dekat. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel