Spilltekno – Pasar saham Indonesia kembali diguncang goncangan hebat setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok drastis pada Selasa (18/3/2025). Pada sesi pertama, IHSG terjun bebas 6,12% ke level 6.076, memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan trading halt atau penghentian sementara perdagangan. Kejatuhan indeks ini sontak membuat netizen geger, terutama di platform X, di mana banyak investor ritel meratapi portofolio saham yang “merah membara”.
Sejak pagi, IHSG sempat dibuka di level 6.458, namun belum mencapai tengah hari, indeks sudah merosot tajam hingga menyentuh titik terendah di 6.146. Penurunan ini terjadi di tengah derasnya sentimen negatif yang menghantam pasar domestik, berbeda dengan bursa Asia lainnya seperti Nikkei Jepang yang naik 1,4% dan KLSE Malaysia yang menguat 1,04%.
“Se-Asia cuma Indonesia IHSG-nya merah. Negara lain hijau. Gimana nggak geger coba?!” cuit akun @JeblukAkun, mencerminkan kepanikan yang melanda investor ritel.
BEI akhirnya mengambil langkah cepat dengan menghentikan perdagangan pada pukul 11.19 WIB, setelah IHSG turun lebih dari 5%. Meski diiringi canda di media sosial, seperti “Pasar bilang, ‘Aku capek, aku istirahat dulu’,” warganet tak bisa menyembunyikan kepanikan mereka.
Hingga penutupan sesi pertama, sebanyak 616 saham mengalami pelemahan, hanya 67 saham yang menguat, sementara 166 lainnya stagnan. Sektor teknologi menjadi yang paling terpukul dengan penurunan 12,46%, diikuti sektor bahan baku yang anjlok 9,78% dan energi turun 6,24%.
Tagar #IHSGAnjlok dan #SahamMerah sempat mendominasi trending di X. “Gak mau lihat saham dulu, nanti malah nangis kalau lihat minusnya,” keluh @Rainaday97, mencerminkan kepedihan investor ritel yang mengalami kerugian besar.
Banyak warganet yang mengaitkan kejatuhan IHSG dengan rumor mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Yang bikin isu Sri Mulyani mundur dari Menteri Keuangan siapa sih? Gara-gara isu itu IHSG turun!” cuit akun @namas38460.
Di sisi lain, analis pasar modal mencoba menjelaskan penyebab kejatuhan ini. Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, mengungkapkan bahwa gejolak geopolitik global menjadi salah satu pemicunya. “Tensi geopolitik meningkat akibat strategi perang Putin yang berlarut-larut, diikuti pembalasan tarif lebih besar dari Uni Eropa terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump. Ditambah lagi, kekhawatiran akan resesi di AS terus meningkat,” jelasnya.
Tak hanya faktor global, saham-saham konglomerasi seperti milik Prajogo Pangestu ikut memperparah situasi. Saham TPIA anjlok 18,42%, sementara DCII terkena auto reject bawah (ARB). Warganet pun menyoroti peran saham konglomerasi ini dalam kejatuhan IHSG. “Selain kebijakan ekonomi yang carut marut, kejatuhan IHSG juga dipengaruhi saham Prajogo Pangestu. Dari tiga saham besarnya, dua di antaranya masuk dalam 10 besar market cap bursa dan hari ini semuanya ambles lebih dari 10%,” ungkap @brospore.
Di tengah gelombang kepanikan, ada juga yang melihat peluang. “Jam terbang bro, kalau kaya gini berarti lagi diskon. Dulu pas COVID ane beli banyak karena dipaksa mentor, dan terbukti IHSG akhirnya rebound berkali-kali lipat,” ujar @novosrecht.
Pagi ini, Rabu (19/3/2025), pelaku pasar masih menanti kebijakan lebih lanjut dari BEI dan OJK. Apakah IHSG bisa bangkit dari keterpurukan, atau justru semakin dalam? Netizen pun hanya bisa pasrah sambil berharap. “Hari ini anjlok banget, semua saham gue merah. Semoga segera pulih, aamiin,” tulis @chanceuxacc_.
Sejumlah analis menilai bahwa kejatuhan IHSG kali ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu. Selain tensi geopolitik dan kebijakan ekonomi negara-negara besar, investor juga mencermati arah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Dengan inflasi yang masih terkendali namun tekanan eksternal yang terus meningkat, pelaku pasar khawatir langkah BI dalam menetapkan suku bunga bisa semakin menekan pasar saham.
Sementara itu, beberapa investor institusi mulai melakukan aksi wait and see, menahan diri untuk masuk ke pasar sebelum ada kejelasan lebih lanjut. Volume transaksi yang sempat melonjak di awal perdagangan justru berkurang drastis setelah trading halt diterapkan. Banyak investor ritel yang sebelumnya mencoba melakukan average down akhirnya memilih bertahan karena takut kerugian semakin dalam.
Beberapa pakar keuangan juga menyoroti bagaimana emosi pasar turut berperan dalam kejatuhan ini. Panic selling yang terjadi sejak pagi hari membuat tekanan jual semakin besar, mempercepat kejatuhan indeks. Fenomena ini bukan pertama kali terjadi, sebelumnya pada 2020 saat awal pandemi COVID-19, IHSG juga mengalami tekanan serupa sebelum akhirnya rebound dalam beberapa bulan berikutnya.
Di sisi lain, ada juga pihak yang melihat kejatuhan IHSG sebagai peluang besar. Investor dengan modal besar mulai mengintip saham-saham unggulan yang harganya turun signifikan, terutama di sektor teknologi dan energi. Saham yang sebelumnya terlalu mahal bagi sebagian investor kini mulai tampak lebih menarik untuk dikoleksi dengan harga diskon.
Hingga Rabu pagi, pelaku pasar masih menunggu kebijakan lanjutan dari regulator, terutama terkait langkah BEI dan OJK untuk menjaga stabilitas pasar. Beberapa analis memprediksi IHSG bisa mengalami teknikal rebound jika ada sentimen positif dari pasar global atau adanya kebijakan pemerintah yang mampu meredam kepanikan. Namun, jika sentimen negatif masih mendominasi, bukan tidak mungkin tekanan jual akan berlanjut dalam beberapa hari ke depan.
Di media sosial, perdebatan antara investor jangka panjang dan trader harian terus berlangsung. Beberapa menganggap ini sebagai ujian mental yang harus dilalui oleh setiap investor saham. “Bagi yang baru terjun ke pasar modal, ini momen belajar. Jangan cuma ikut euforia naik, tapi harus siap juga hadapi turun,” kata seorang warganet.
Sementara itu, beberapa pelaku pasar berharap ada intervensi lebih lanjut dari pemerintah untuk menenangkan investor. Rumor mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani semakin menjadi bahan spekulasi yang membuat ketidakpastian semakin tinggi. Hingga saat ini, pihak Kementerian Keuangan belum memberikan pernyataan resmi terkait isu tersebut.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa dalam jangka panjang, IHSG masih memiliki potensi untuk pulih. Fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih cukup kuat, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan daya beli masyarakat yang tetap terjaga. Namun, tantangan eksternal seperti ketegangan global dan kebijakan moneter AS akan terus menjadi faktor yang mempengaruhi arah pergerakan pasar ke depan.
Pelaku pasar kini menunggu apakah IHSG bisa bangkit atau justru semakin tenggelam dalam tekanan jual. Harapan besar ada pada investor institusi dan kebijakan pemerintah dalam beberapa hari ke depan. Netizen hanya bisa berharap agar “badai merah” ini segera berlalu dan pasar kembali menemukan keseimbangan. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel