Scroll untuk baca artikel
Sains

Gunung Rokatenda: Keagungan dan Letusan yang Membentuk Nusa Tenggara Timur

3
×

Gunung Rokatenda: Keagungan dan Letusan yang Membentuk Nusa Tenggara Timur

Sebarkan artikel ini

Spilltekno – Indonesia, negeri yang dimahkotai oleh deretan gunung berapi yang megah, menyimpan kisah-kisah letusan yang menggetarkan sekaligus membentuk lanskapnya. Salah satu gunung yang menyimpan riwayat panjang aktivitas vulkanik adalah Gunung Rokatenda, atau yang juga dikenal sebagai Gunung Paluweh. Gunung ini kembali menjadi sorotan setelah statusnya dinaikkan menjadi level II atau waspada, menyusul terciumnya bau belerang oleh warga sekitar. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai lokasi, karakteristik, dan sejarah letusan Gunung Rokatenda yang menarik ini.

Gunung Rokatenda berdiri tegak di Pulau Palu’e, sebuah pulau kecil yang terletak di utara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini menjadi rumah bagi Gunung Rokatenda yang menjulang setinggi 875 meter, menjadikannya titik tertinggi di Pulau Palu’e. Secara geografis, Gunung Rokatenda berada pada koordinat 121° 42′ bujur timur dan 8° 19′ lintang selatan. Letak geografis ini menempatkannya di zona subduksi tektonik, menjadikannya sebagai gunung api busur belakang (back arc volcano). Karakteristik geologis ini pula yang memengaruhi tipe batuan yang dominan di Gunung Rokatenda, yaitu andesit, andesit basalt, basalt, hingga pikro-basalt.

Gunung Rokatenda: Keagungan dan Letusan yang Membentuk Nusa Tenggara Timur

Gunung Rokatenda merupakan gunung berapi tipe strato, yang ditandai dengan adanya kubah lava di puncaknya. Kubah lava ini merupakan hasil dari erupsi-erupsi yang terjadi selama berabad-abad, membentuk lapisan-lapisan batuan vulkanik yang kokoh. Pada tahun 2000, Igan Supriatman S. dan tim melakukan pemetaan geologi Gunung Rokatenda, membedakan produk Rokatenda tua dan muda. Rokatenda tua terdiri dari batuan lava dan aliran piroklastik yang tersebar di lereng barat dan selatan, membentuk sisa-sisa kerucut kecil di kaki gunung. Sementara itu, Rokatenda muda menghasilkan lava dan aliran piroklastik yang membentuk gumuk-gumuk kecil di beberapa lokasi seperti Matomere, Rokatenda, dan Ili Manunai.

Baca Juga:  Laboratorium Edukasi 'Think Big Space' AWS Pertama di Asia Tenggara Hadir di SMKN 1 Karawang

Riwayat Letusan Gunung Rokatenda: Antara Kehancuran dan Pembentukan

Sejarah mencatat letusan Gunung Rokatenda pertama kali terjadi pada tahun 1650 Masehi dengan skala VEI 3. Setelah itu, Gunung Rokatenda tertidur selama 227 tahun hingga akhirnya kembali meletus pada tahun 1928. Sejak saat itu, setiap periode letusan Gunung Rokatenda tercatat dengan detail, menunjukkan aktivitas vulkanik yang terus berlangsung.

Letusan dahsyat terjadi pada 4 Agustus hingga 25 September 1928, mencapai skala VEI 3. Letusan ini mengakibatkan perubahan signifikan pada kubah lava, membentuk empat kawah baru. Dampaknya sangat besar, menelan 266 korban jiwa, sebagian besar disebabkan oleh gelombang pasang laut yang dipicu oleh erupsi. Periode letusan berikutnya terjadi antara 31 Desember 1963 hingga 16 Maret 1966. Letusan yang tiba-tiba ini diawali dengan getaran gempa dan gemuruh di bawah gunung. Kubah lava baru terbentuk di titik letusan 1928, disertai aliran lava pijar dan dingin. Bencana ini merenggut satu nyawa dan melukai tiga orang lainnya.

Aktivitas vulkanik Gunung Rokatenda terus berlanjut dengan beberapa periode letusan berikutnya, yaitu pada 22 Oktober 1972 hingga 16 Januari 1973, 27-28 Oktober 1973, 5 November 1980 hingga 16 September 1981, 9-21 Mei 1984, dan 3 Februari 1985. Beruntungnya, pada periode-periode ini tidak ada korban jiwa yang signifikan. Setelah 27 tahun, Gunung Rokatenda kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik dengan erupsi yang dimulai pada 8 Oktober 2012 hingga 31 Oktober 2013.

Peningkatan Aktivitas: Sebuah Peringatan dari Rokatenda

Baru-baru ini, Gunung Rokatenda kembali menunjukkan peningkatan aktivitas. Tercatat sejak 1 Oktober 2024 hingga 10 November 2024, gunung ini telah mengalami 24 kali gempa vulkanik dangkal, 30 kali gempa vulkanik dalam, 23 kali gempa tektonik lokal, dan 20 kali gempa tektonik jauh. Pemantauan seismik menunjukkan peningkatan aktivitas gempa vulkanik dangkal pada periode 1 hingga 8 November 2024. Peningkatan aktivitas ini menjadi dasar bagi pihak berwenang untuk menaikkan status Gunung Rokatenda menjadi level II atau waspada. Masyarakat dan wisatawan diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 2 kilometer dari puncak gunung. Kewaspadaan dan pemantauan terus dilakukan untuk mengantisipasi potensi erupsi dan menjaga keselamatan warga sekitar.

Baca Juga:  Bahaya Main HP di Toilet: Wasir Mengintai dan Bakteri Bersarang

Memahami dan Menghormati Kekuatan Alam

Gunung Rokatenda, dengan segala keagungan dan riwayat letusannya, merupakan bagian tak terpisahkan dari lanskap Nusa Tenggara Timur. Keberadaannya mengingatkan kita akan kekuatan alam yang luar biasa, yang mampu menciptakan sekaligus menghancurkan. Memahami sejarah letusan dan karakteristik Gunung Rokatenda penting bagi kita untuk dapat hidup berdampingan dengan alam, menghormati kekuatannya, dan senantiasa waspada terhadap potensi bahayanya. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua dalam memahami dan mengapresiasi kekayaan alam Indonesia, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana. Spilltekno

Cek Informasi Teknologi Lainnya di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *