Spilltekno – Tragedi runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny memicu gelombang reaksi di masyarakat. Muncul gerakan ‘Kami Bersama Kiai Al Khoziny’, tapi respons publik terpecah. Ada yang mendukung, tak sedikit pula yang mengkritik. Apa sebenarnya yang menyebabkan polarisasi opini ini?
Tragedi di Ponpes Al Khoziny dan Pernyataan Kiai Abdus Salam Mujib
Runtuhnya Musala dan Jumlah Korban
Senin kelabu, 28 September 2025. Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, berduka. Musala empat lantai yang menjadi jantung pesantren itu ambruk saat santri sedang khusyuk menunaikan salat Asar berjamaah. Suasana berubah menjadi kepanikan dan kesedihan mendalam. Tim SAR gabungan langsung bergerak cepat, berjibaku mencari dan mengevakuasi korban.
Evakuasi berlangsung dramatis, penuh tantangan, hingga memakan waktu beberapa hari. BNPB mencatat, hingga Minggu, 5 Oktober 2025, total korban mencapai angka yang mencengangkan: 156 jiwa. Kabar baiknya, 104 orang berhasil diselamatkan meski dengan luka-luka. Namun, duka mendalam menyelimuti keluarga dari 52 santri yang dinyatakan meninggal dunia. Tim DVI Polda Jawa Timur pun bekerja keras mengidentifikasi jenazah.
Kontroversi Pernyataan ‘Takdir’
Setelah tragedi itu, KH Abdus Salam Mujib, pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, menyampaikan pernyataan yang jadi perbincangan hangat. Beliau menyebut musibah ini sebagai “takdir dari Allah”. Sontak, pernyataan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama di dunia maya.
Banyak warganet yang melayangkan kritik, menilai pernyataan itu sebagai upaya lepas tanggung jawab. Beberapa bahkan menuntut pengurus pesantren bertanggung jawab penuh, terutama jika terbukti ada kelalaian dalam pembangunan atau perawatan musala. “Pernyataan ‘takdir’ itu terlalu sederhana dan menyakitkan hati keluarga korban,” tulis seorang pengguna platform X.
Namun, ada pula yang memahami ucapan Kiai Abdus Salam Mujib sebagai bentuk ketabahan dan penerimaan atas cobaan. Bagi mereka, di tengah duka yang mendalam, ungkapan keimanan bisa menjadi sumber kekuatan bagi mereka yang ditinggalkan.
Kemunculan Gerakan ‘Kami Bersama Kiai Al Khoziny’
Dukungan yang Mengalir di Media Sosial
Di tengah badai kritik, muncul secercah harapan. Gerakan ‘Kami Bersama Kiai Al Khoziny’ lahir, bertujuan memberikan dukungan moral bagi Kiai Abdus Salam Mujib dan seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Al Khoziny. Mereka memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok dan Instagram untuk menyebarkan pesan positif dan dukungan.
Akun TikTok seperti @aruel1526 dan @zainfakhril menjadi ujung tombak gerakan ini. Mereka mengunggah video testimoni, foto-foto kegiatan pesantren, dan narasi yang menggambarkan Kiai Abdus Salam Mujib sebagai sosok yang sederhana dan berdedikasi tinggi.
“Kami bersama RKH Abdus Salam Mujib. Semoga beliau selalu diberi kesehatan dan kesabaran,” tulis @aruel1526 dalam salah satu unggahannya. Konten-konten dukungan ini viral, ditonton ratusan ribu kali, membuktikan besarnya simpati dan dukungan yang mengalir dari masyarakat.
Reaksi Keluarga Korban
Respon keluarga korban terhadap gerakan ‘Kami Bersama Kiai Al Khoziny’ juga beragam. Beberapa keluarga korban dengan tulus mendukung Kiai Abdus Salam Mujib. Mereka mengaku ikhlas menerima kejadian ini sebagai takdir dan meminta masyarakat untuk tidak menghujat sang Kiai.
“Tolong, bagi yang melihat postingan ini, jangan menghujat kyai kami. Demi Allah, saya ikhlas kehilangan putra saya dalam keadaan syahid. Beliau guru yang telah mendidik putra kami dengan begitu sempurnanya,” tulis akun @bonepcit, yang mengaku sebagai keluarga korban, dalam kolom komentar di TikTok.
Namun, tidak semua keluarga korban memiliki pandangan yang sama. Beberapa masih dirundung kesedihan dan kekecewaan mendalam. Mereka berharap pihak berwenang mengusut tuntas penyebab runtuhnya musala dan menjamin kejadian serupa tak akan terulang.
Mengapa Opini Publik Terpecah?
Pro dan Kontra: Argumen yang Berkembang
Polarisasi opini publik terhadap gerakan ‘Kami Bersama Kiai Al Khoziny’ menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa Kiai Abdus Salam Mujib adalah sosok terhormat dan berjasa bagi masyarakat. Mereka meyakini tragedi ini adalah musibah yang tak diinginkan siapa pun dan meminta Kiai tidak disalahkan.
“Kiai Abdus Salam Mujib adalah panutan kami. Beliau telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan pesantren dan masyarakat,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Sebaliknya, pihak yang kontra berpendapat bahwa tragedi ini tak bisa hanya dianggap sebagai takdir. Mereka menuntut investigasi mendalam untuk mengungkap penyebab runtuhnya bangunan dan memastikan pertanggungjawaban jika ditemukan kelalaian.
“Kita tak bisa mengabaikan kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan runtuhnya musala, seperti kualitas bangunan yang buruk atau kurangnya perawatan,” tegas seorang ahli konstruksi bangunan.
Dampak Tragedi Terhadap Pandangan Masyarakat
Tragedi ini memberikan dampak besar pada pandangan masyarakat, mulai dari tanggung jawab pemimpin hingga pentingnya keselamatan bangunan. Kejadian ini juga memicu perdebatan mengenai interpretasi takdir dalam konteks musibah.
Lebih jauh, tragedi ini menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap keselamatan bangunan, terutama fasilitas publik seperti tempat ibadah dan sekolah. Pemerintah daerah diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap pembangunan dan perawatan bangunan agar memenuhi standar keselamatan.
Ke depan, semua pihak diharapkan mengambil pelajaran berharga dari tragedi ini. Pemerintah, pengelola pesantren, dan masyarakat perlu bekerja sama menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Investigasi penyebab runtuhnya musala masih berlangsung. Hasilnya diharapkan memberi jawaban jelas dan menjadi dasar perbaikan di masa depan.
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran WhatsApp Channel