Spilltekno – Tragedi bangunan runtuh, seperti musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo atau pusat perbelanjaan Sampoong di Korea Selatan, selalu memicu reaksi yang campur aduk di dunia maya. Coba deh lihat linimasa media sosial, pasti ramai dengan komentar, perdebatan, bahkan perbandingan antara kedua kejadian ini. Ada yang menyampaikan simpati dan membela, tapi tak sedikit juga yang menuntut investigasi mendalam dan menyeret pihak bertanggung jawab ke meja hijau. Pertanyaannya, kenapa ya respons kita terhadap dua tragedi yang sama-sama menelan korban jiwa ini bisa beda banget?
Latar Belakang Tragedi Al Khoziny dan Sampoong
Tragedi Al Khoziny: Cerita Pilu dan Jumlah Korban
Musibah di Ponpes Al Khoziny terjadi pada Minggu kelabu, 5 Oktober 2025. Musala yang lagi dibangun tiba-tiba ambruk saat santri lagi pada beraktivitas di sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sampai malam hari, total korbannya mencapai 156 jiwa! Dari angka itu, 104 orang selamat meski luka-luka, sementara 52 lainnya dinyatakan meninggal dunia. Tim SAR bahkan menemukan beberapa potongan tubuh di lokasi kejadian. Dugaan kuatnya sih, ambruknya bangunan ini karena ada yang lalai dalam proses konstruksi. Jadi, muncul pertanyaan besar soal pengawasan dan standar keamanan yang diterapkan.
Tragedi Sampoong: Detail Mengerikan dan Konsekuensi Hukum
Nah, kalau tragedi runtuhnya Pusat Perbelanjaan Sampoong di Korea Selatan itu benar-benar bikin merinding. Kejadiannya pada 29 Juni 1995. Bangunan mewah di Seoul itu ambruk gara-gara kesalahan struktur dan praktik korupsi yang melibatkan pengembang dan pemerintah setempat. Bayangin aja, 502 orang tewas dan 937 lainnya luka-luka! Ini jadi salah satu bencana bangunan terburuk sepanjang sejarah Korea Selatan. Investigasi mengungkap kalau Lee Joon, ketua divisi konstruksi Grup Sampoong, bersalah karena kelalaian dan suap. Dia dihukum 10 tahun 6 bulan penjara. Tragedi Sampoong ini jadi pelajaran pahit soal pentingnya integritas, pengawasan ketat, dan penegakan hukum di sektor konstruksi. Dampaknya masih terasa sampai sekarang, memicu reformasi regulasi bangunan dan meningkatkan kesadaran publik tentang keselamatan.
Perbandingan Reaksi Netizen
Pembelaan Terhadap KH Abdus Salam Mujib
Setelah tragedi Al Khoziny, media sosial langsung heboh dengan tagar #KamiBersamaKiaiAlKhoziny. Banyak akun TikTok yang unggah konten pembelaan buat KH Abdus Salam Mujib, pengasuh Ponpes Al Khoziny. Mereka berpendapat bahwa Kiai Abdus Salam juga korban dalam tragedi ini. Apalagi, beliau sudah kehilangan puluhan santri yang selama ini dirawat dan dididiknya dengan penuh kasih sayang. “Beliau sudah dedikasikan hidupnya untuk umat, siang malam. 24 jam beliau habiskan untuk melayani, mengajar, mendidik santri dan masyarakat,” tulis akun @aruel1526 dalam unggahannya yang viral. Ungkapan simpati dan dukungan ini mencerminkan rasa hormat dan kepercayaan sebagian masyarakat terhadap sosok Kiai Abdus Salam Mujib.
Kritik dan Tuntutan Investigasi
Tapi, ada juga lho netizen yang melontarkan kritik dan menuntut investigasi mendalam atas tragedi Al Khoziny. Mereka membandingkan kejadian ini dengan tragedi Sampoong dan menyoroti dugaan kelalaian konstruksi sebagai penyebab utama ambruknya musala. “Jangan cuma bersimpati, tapi usut tuntas siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian ini,” komentar seorang netizen di platform X. Tuntutan ini menunjukkan kekhawatiran publik tentang potensi korupsi dan kurangnya pengawasan dalam proyek pembangunan, terutama yang melibatkan fasilitas publik. Mereka berharap tragedi ini jadi momentum untuk meningkatkan standar keselamatan dan akuntabilitas dalam industri konstruksi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Reaksi
Persepsi Publik Terhadap Sosok yang Bertanggung Jawab
Salah satu faktor penting yang bikin reaksi netizen beda adalah persepsi mereka terhadap orang yang dianggap bertanggung jawab. Dalam kasus Al Khoziny, banyak netizen yang melihat KH Abdus Salam Mujib sebagai tokoh agama yang dihormati dan jadi korban keadaan. Ini memicu simpati dan pembelaan, bukan langsung menyalahkan. Sementara itu, dalam tragedi Sampoong, Lee Joon, ketua divisi konstruksi, dianggap rakus dan mengabaikan keselamatan, jadi wajar kalau banyak yang marah dan menuntut hukuman seberat-beratnya.
Pengaruh Media Sosial dan Narasi yang Berkembang
Media sosial punya peran besar dalam membentuk opini publik. Narasi yang berkembang di platform kayak TikTok, X, dan Instagram bisa mempengaruhi cara netizen memahami dan merespons suatu peristiwa. Dalam kasus Al Khoziny, kampanye #KamiBersamaKiaiAlKhoziny berhasil menciptakan gelombang dukungan dan simpati buat KH Abdus Salam Mujib. Sementara itu, video yang menampilkan petinggi partai politik memberikan santunan ke Kiai Abdus Salam juga memicu perdebatan dan perbandingan dengan tragedi Sampoong.
Perbedaan Konteks Sosial dan Budaya
Konteks sosial dan budaya juga ikut andil dalam memengaruhi reaksi netizen. Masyarakat Indonesia cenderung punya budaya gotong royong dan rasa empati yang tinggi, terutama terhadap tokoh agama dan komunitas pesantren. Mungkin ini salah satu alasan kenapa banyak netizen yang lebih memilih bersimpati dan memberikan dukungan moral kepada KH Abdus Salam Mujib. Sementara itu, masyarakat Korea Selatan punya standar yang lebih tinggi terhadap akuntabilitas dan transparansi, jadi mereka lebih kritis dan menuntut pertanggungjawaban tegas dalam kasus kelalaian dan korupsi.
Kesimpulan
Perbandingan reaksi netizen terhadap tragedi Al Khoziny dan Sampoong menunjukkan betapa kompleksnya proses pembentukan opini publik. Persepsi terhadap sosok yang bertanggung jawab, pengaruh media sosial, dan perbedaan konteks sosial budaya saling berinteraksi dan menghasilkan respons yang beragam. Tapi, terlepas dari semua perbedaan itu, kedua tragedi ini mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan, akuntabilitas, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan, terutama di sektor konstruksi yang berdampak langsung pada keselamatan jiwa manusia. Investigasi yang transparan dan penegakan hukum yang adil adalah kunci untuk mencegah tragedi serupa terulang lagi di masa depan. Sementara itu, masyarakat perlu terus diedukasi dan diberdayakan agar jadi konsumen cerdas dan pengawas aktif terhadap pembangunan infrastruktur di sekitar mereka.
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran WhatsApp Channel