Spilltekno – Data Pribadimu Pergi ke Mana? Bongkar Bahaya Transfer Data ke Luar Negeri!
Di tengah gegap gempita kesepakatan ekonomi baru, sebuah klausul transfer data pribadi warga negara Indonesia (WNI) ke luar negeri mencuat, memicu perdebatan panas mengenai kedaulatan digital dan keamanan bangsa. Ini bukan sekadar urusan teknis, melainkan taruhan besar atas aset terpenting di era digital.
Ancaman Kedaulatan Digital dan Keamanan Nasional
Kekhawatiran Terkikisnya Kedaulatan Digital
Klausul transfer data lintas negara dalam perjanjian ekonomi yang baru disorot sebagai ancaman nyata terhadap kedaulatan digital Indonesia. Data yang seharusnya menjadi aset bangsa dan dikelola secara mandiri, kini berpotensi mengalir bebas ke luar negeri tanpa pengawasan yang memadai.
Pakar keamanan siber, Dr. Anita Sari, menjelaskan bahwa data adalah komoditas berharga di era modern. “Data adalah minyak baru. Jika data WNI dieksploitasi di luar negeri tanpa kendali, kita kehilangan potensi ekonomi dan strategis yang sangat besar,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, lebih dari 213 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet aktif. Jumlah ini menunjukkan betapa besar potensi data yang dimiliki Indonesia. Namun, potensi ini bisa menjadi bumerang jika data tersebut tidak dikelola dengan baik.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meyakinkan bahwa transfer data akan dilakukan dengan mekanisme yang ketat dan terukur. “Kami akan memastikan bahwa transfer data dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi,” kata Juru Bicara Kominfo, Dedi Pratama, dalam konferensi pers.
Namun, pernyataan pemerintah ini belum meredakan kekhawatiran publik. Banyak pihak yang meragukan kemampuan pemerintah dalam mengawasi aliran data lintas negara yang kompleks dan dinamis.
“Bagaimana kita bisa memastikan bahwa data WNI tidak disalahgunakan di luar negeri? Apakah kita memiliki mekanisme pengawasan yang efektif dan independen? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah,” tegas Direktur Eksekutif Lembaga Studi Kebijakan Publik, Budi Santoso.
Lebih lanjut, Budi menambahkan, tanpa regulasi yang jelas dan tegas, transfer data lintas negara bisa menjadi celah bagi praktik-praktik ilegal seperti jual beli data pribadi, spionase, dan manipulasi informasi.
Kendati demikian, beberapa pihak berpendapat bahwa transfer data lintas negara adalah keniscayaan dalam era globalisasi. “Kita tidak bisa menutup diri dari dunia luar. Transfer data lintas negara penting untuk mendorong inovasi, meningkatkan daya saing, dan menarik investasi asing,” kata Ekonom Universitas Indonesia, Prof. Dr. Maya Dewi.
Namun, Prof. Maya menekankan bahwa transfer data harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan saling menguntungkan. “Kita harus memastikan bahwa transfer data memberikan manfaat yang seimbang bagi Indonesia dan negara mitra. Jangan sampai kita hanya menjadi objek eksploitasi data,” tegasnya.
Risiko Data Sensitif Jatuh ke Tangan yang Salah
Salah satu kekhawatiran utama terkait transfer data ke luar negeri adalah risiko jatuhnya data sensitif WNI ke tangan yang salah. Data sensitif ini meliputi informasi pribadi seperti nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (NKK), data kesehatan, data keuangan, dan data biometrik.
“Jika data sensitif ini jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa sangat merugikan. Data ini bisa digunakan untuk melakukan penipuan, pencurian identitas, pemerasan, dan tindak kriminal lainnya,” jelas Pakar Keamanan Siber dari CISSReC, Anton Wijaya.
Anton mencontohkan kasus kebocoran data BPJS Kesehatan beberapa waktu lalu. “Kasus tersebut menunjukkan betapa rentannya data pribadi kita terhadap serangan siber. Bayangkan jika data yang bocor itu sampai ke luar negeri, dampaknya pasti akan lebih besar,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tahun 2022, Indonesia mengalami lebih dari 888 juta serangan siber. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman keamanan siber di Indonesia.
Adapun, pemerintah melalui BSSN terus berupaya meningkatkan keamanan siber nasional. “Kami terus berupaya memperkuat sistem pertahanan siber kita. Kami juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keamanan siber,” kata Kepala BSSN, Hinsa Siburian.
Namun, upaya pemerintah ini masih dinilai belum memadai. Banyak pihak yang menilai bahwa pemerintah masih kurang serius dalam menangani masalah keamanan siber.
“Pemerintah harus lebih serius lagi dalam menangani masalah keamanan siber. Pemerintah harus meningkatkan anggaran untuk keamanan siber, memperkuat regulasi, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang keamanan siber,” tegas Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan bahwa transfer data ke luar negeri harus diatur dengan undang-undang yang jelas dan tegas. “Undang-undang harus mengatur tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam transfer data, mekanisme pengawasan, dan sanksi bagi pelanggar,” ujarnya.
Refly menambahkan, undang-undang juga harus menjamin bahwa data WNI yang ditransfer ke luar negeri tetap terlindungi dan tidak disalahgunakan. “Undang-undang harus memberikan perlindungan yang sama terhadap data WNI, baik yang disimpan di dalam negeri maupun di luar negeri,” tegasnya.
Dengan demikian, persoalan transfer data pribadi lintas negara bukan hanya sekadar isu teknis atau ekonomi, melainkan juga isu kedaulatan, keamanan, dan perlindungan hak asasi manusia. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang tepat dan cepat untuk melindungi data pribadi WNI dari potensi penyalahgunaan dan eksploitasi. Jika tidak, Indonesia akan kehilangan aset paling berharganya di era digital. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel