Spilltekno – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) angkat bicara soal rencana transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat. Mereka khawatir kesepakatan ini justru mengancam hak-hak digital warga negara. Bayangkan saja, data pribadi kita bisa dikontrol perusahaan asing, membuka celah lebar untuk penyalahgunaan dan pelanggaran privasi.
SAFEnet Khawatirkan Apa? Soal Transfer Data Ini…
Hak Digital dan Kedaulatan Data Bisa Terancam
Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet, mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam. Menurutnya, kebijakan ini bisa menggerus kedaulatan data Indonesia. Membiarkan perusahaan asing “mengelola” data pribadi rakyat, itu langkah yang sangat berisiko.
“SAFEnet melihat kesepakatan ini sebagai ancaman serius bagi hak digital dan kedaulatan data kita,” tegasnya. Data pribadi itu seharusnya dilindungi sebagai hak asasi, bukan malah jadi komoditas yang diperjualbelikan. Ini bisa membuka pintu bagi penyalahgunaan data, entah untuk kepentingan komersial atau bahkan politik yang jelas-jelas tidak sejalan dengan kepentingan nasional.
“Data pribadi kita bisa jadi sasaran empuk pengawasan massal dan profiling yang melanggar hak-hak sipil dan kebebasan berekspresi,” imbuh Nenden. SAFEnet juga menyoroti dampak yang mungkin terjadi pada kelompok rentan, yang data pribadinya sering kali jadi alat diskriminasi dan marginalisasi.
Pemerintah, Ayo Dong Dievaluasi dan Lebih Transparan!
SAFEnet mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kesepakatan ini. Jangan lupa, libatkan publik dalam proses konsultasi yang transparan.
“Pemerintah harus menjelaskan kepada publik, apa dasar hukumnya? Bagaimana jaminan perlindungan hak warga atas data pribadinya sebelum kesepakatan ini dilanjutkan?” kata Nenden. Tanpa transparansi dan akuntabilitas yang jelas, kesepakatan ini berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik dan legitimasi pemerintah.
Penting juga, kata SAFEnet, untuk melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta, dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan. “Keputusan ini nggak boleh diambil sepihak. Pemerintah harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk memastikan kepentingan publik terlindungi,” lanjutnya.
Regulasi dan Jaminan Hukum Harus Jadi Prioritas
SAFEnet menuntut agar pemerintah memprioritaskan penyelesaian regulasi dan jaminan perlindungan hukum yang konkret sebelum menyepakati kebijakan transfer data pribadi. “Kesepakatan internasional seperti ini nggak boleh dibuat sebelum ada kesiapan regulasi dan jaminan perlindungan hukum yang konkret. Jangan sampai kesepakatan dulu dibuat, regulasinya menyusul belakangan. Itu bahaya buat hak-hak digital seluruh warga negara,” desak Nenden.
Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang baru disahkan pun dinilai belum cukup jika tidak ada implementasi yang efektif dan pengawasan yang ketat. SAFEnet mengingatkan bahwa regulasi yang kuat dan jaminan hukum yang jelas adalah syarat mutlak untuk melindungi data pribadi warga negara dari potensi penyalahgunaan oleh pihak asing.
Lembaga PDP yang Independen Itu Wajib!
SAFEnet mendesak Pemerintah RI untuk segera membentuk otoritas Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang independen, sesuai mandat UU PDP. “Badan PDP yang independen harus segera dibentuk sesuai mandat UU. Harus independen dan punya kewenangan kuat,” pungkasnya. Keberadaan lembaga PDP yang independen dan berwenang sangat penting untuk memastikan UU PDP diimplementasikan secara efektif dan data pribadi warga negara dilindungi dengan baik.
Lembaga ini, menurut SAFEnet, harus punya kewenangan untuk melakukan investigasi, penegakan hukum, dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar UU PDP. “Tanpa lembaga PDP yang kuat dan independen, UU PDP hanya akan jadi macan kertas,” tegas Nenden.
Kata Pengamat Telekomunikasi Soal Kebijakan Transfer Data
Prinsip Resiprokal Itu Penting!
Heru Sutadi, pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, menanggapi kebijakan transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat dengan menekankan pentingnya prinsip resiprokal. Kalau Indonesia diminta berbagi data, Amerika Serikat juga harus bersedia melakukan hal yang sama. “Sharing data atau transfer data haruslah bersifat resiprokal. Artinya, kita diminta sharing data, ya mereka juga kita wajibkan sharing data,” kata Heru.
Prinsip resiprokal ini penting untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat terkait transfer data pribadi. Heru juga mengingatkan bahwa transfer data pribadi tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja, tetapi harus memberikan manfaat yang setara bagi kedua belah pihak.
Keamanan dan Perlindungan Data Harus Sama, Atau Lebih Tinggi!
Heru juga menyoroti pentingnya memastikan keamanan dan perlindungan data yang setara atau bahkan lebih tinggi untuk data yang ditransfer ke Amerika Serikat. “Kita harus memastikan bahwa data pribadi warga negara Indonesia yang ditransfer ke AS dilindungi dengan standar keamanan yang sama atau lebih tinggi dari standar yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
Ini penting untuk mencegah kebocoran data, penyalahgunaan data, dan potensi pelanggaran privasi lainnya. Heru juga menekankan pentingnya melakukan audit dan pengawasan yang ketat terhadap praktik perlindungan data di Amerika Serikat.
Tujuan dan Batasan Penggunaan Data Harus Jelas
Heru juga menyoroti pentingnya kejelasan tujuan dan batasan penggunaan data pribadi yang ditransfer. Menurutnya, harus ada kejelasan mengenai jenis data apa yang dibagi, tujuan penggunaan data, dan berapa lama data tersebut dimanfaatkan. “Kita harus tahu data apa saja yang ditransfer, untuk apa data itu digunakan, dan berapa lama data itu akan disimpan,” tegasnya.
Kejelasan ini penting untuk memastikan bahwa data pribadi warga negara Indonesia tidak disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan kepentingan nasional. Heru juga mengingatkan bahwa data pribadi yang ditransfer harus dihapus setelah tidak lagi dibutuhkan untuk tujuan yang telah disepakati.
Intinya, kebijakan transfer data pribadi ini butuh kajian mendalam dan kehati-hatian dari pemerintah. Transparansi, akuntabilitas, dan jaminan perlindungan hukum yang kuat adalah kunci untuk melindungi hak-hak digital warga negara dan kedaulatan data Indonesia. Pemerintah perlu memastikan bahwa kesepakatan ini tidak hanya menguntungkan pihak asing, tetapi juga memberikan manfaat yang nyata bagi Indonesia. Implementasi UU PDP dan pembentukan lembaga PDP yang independen jadi krusial untuk mengawal kebijakan ini agar tidak merugikan kepentingan masyarakat. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel