Spilltekno – Di tengah riuhnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), ucapan terus terang dari CEO OpenAI, Sam Altman, soal pentingnya kemampuan beradaptasi dan belajar sepanjang hayat bagi para pekerja, terutama yang sudah senior, langsung jadi perbincangan hangat. Altman bilang, di era AI ini, semua orang, tanpa terkecuali, harus terus mengasah diri biar nggak ketinggalan kereta.
Sam Altman dan Pernyataan yang Bikin Heboh
Soal Pekerja Berusia 62 Tahun, Ada Apa?
Dalam sebuah podcast belum lama ini, Altman bikin geger dengan mengungkapkan kekhawatirannya soal pekerja berusia 62 tahun yang mungkin enggan atau kesulitan buat belajar hal-hal baru. Ia terang-terangan mempertanyakan, apakah kelompok usia ini siap menghadapi perubahan drastis di dunia kerja akibat serbuan AI? “Saya lebih khawatir tentang apa dampaknya ini, bukan bagi anak-anak muda umur 22, tapi bagi mereka yang sudah 62 tahun dan nggak mau lagi ikut pelatihan atau meningkatkan kemampuannya,” katanya.
Adaptasi vs. Usia: Mana yang Lebih Penting?
Altman juga menyinggung soal perubahan cara pandang kita terhadap usia produktif. Ia seolah mempertanyakan, masih relevankah definisi usia produktif yang lama di era di mana kemampuan beradaptasi dan terus belajar adalah kunci utama untuk bertahan di pasar kerja? Pandangan ini menantang anggapan umum bahwa usia di atas 60 adalah waktunya santai-santai menyiapkan pensiun, bukan lagi investasi untuk mengembangkan diri.
Bagaimana Ini di Indonesia?
Usia Produktif di Mata Indonesia
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kesehatan mendefinisikan usia produktif itu antara 15 sampai 64 tahun. Kelompok ini dianggap sebagai mesin penggerak ekonomi dan tumpuan bagi penduduk yang belum atau tidak produktif. Konsep ini jadi dasar berbagai kebijakan, dari jaminan sosial sampai target bonus demografi. “Definisi ini membantu kami merancang kebijakan yang tepat sasaran untuk menopang produktivitas tenaga kerja nasional,” ujar seorang pejabat BPS yang enggan disebutkan namanya.
Naik Turun Usia Pensiun
Soal usia pensiun, pemerintah Indonesia punya aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015. Aturan ini bilang, usia pensiun akan terus naik bertahap. Tahun 2025 nanti, usia pensiun jadi 59 tahun, dan terus naik sampai 65 tahun di tahun 2043. Tujuannya sih menyesuaikan dengan harapan hidup yang makin panjang, tapi aturannya masih berorientasi pada model kerja tradisional: kerja sampai umur tertentu, lalu pensiun. Beberapa ahli berpendapat PP ini perlu dikaji ulang, mengingat disrupsi yang disebabkan AI.
Tantangan dan Cara Kita Menyesuaikan Diri di Era AI
Belajar Terus-Menerus Itu Wajib!
Era AI menuntut perubahan mendasar dalam cara kita memandang pekerjaan dan pengembangan diri. Kemampuan untuk terus belajar, beradaptasi, dan menguasai keterampilan baru jadi super penting bagi semua pekerja, tanpa memandang usia. Pekerja yang ogah atau kesulitan mengadopsi keterampilan baru, siap-siap saja ketinggalan dan kehilangan peluang di pasar kerja yang makin sengit. “Belajar berkelanjutan bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Dr. Ani Suryani, pakar SDM dari Universitas Indonesia.
Jurang antara Kebijakan dan Kenyataan
Meski pemerintah sudah berusaha menyesuaikan kebijakan ketenagakerjaan dengan perkembangan zaman, masih ada jurang antara kebijakan yang ada dan kenyataan yang dihadapi pekerja di era AI. Perlu ada penyesuaian yang lebih komprehensif dalam kebijakan ketenagakerjaan, program pelatihan, dan sistem jaminan sosial. Tujuannya, biar semua pekerja, termasuk yang senior, punya kesempatan yang sama untuk beradaptasi dan berkembang di era AI.
Perusahaan juga punya andil besar dalam memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan bagi karyawannya. Investasi dalam program pelatihan, mentoring, dan pengembangan keterampilan itu krusial. Ini untuk memastikan tenaga kerja Indonesia siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan AI. “Perusahaan yang nggak investasi dalam pengembangan SDM, bakal kesulitan bersaing di era digital,” kata Budi Santoso, seorang konsultan manajemen.
Sementara itu, pemerintah terus berupaya memperkuat ekosistem pendidikan dan pelatihan vokasi. Tujuannya, menghasilkan tenaga kerja yang kompeten dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Program pelatihan yang fokus pada keterampilan digital dan AI juga terus digalakkan untuk mempersiapkan angkatan kerja Indonesia menghadapi masa depan.
Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, tingkat partisipasi pekerja dalam program pelatihan meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Tapi, tantangan utamanya adalah memastikan program pelatihan yang ada relevan dengan kebutuhan industri dan bisa diakses oleh semua pekerja, termasuk yang di daerah terpencil.
Ada juga suara-suara berbeda dari kalangan serikat pekerja. Mereka menekankan pentingnya perlindungan bagi pekerja yang terdampak otomatisasi dan AI. Mereka menuntut agar pemerintah dan perusahaan memberikan jaminan sosial dan program transisi yang memadai bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat perkembangan teknologi.
Tapi, sebagian besar ahli sepakat, kunci untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era AI adalah kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi. Pekerja yang proaktif mengembangkan keterampilan baru dan punya mindset yang terbuka terhadap perubahan akan punya peluang lebih besar untuk sukses di masa depan.
Ke depan, persaingan di pasar kerja diperkirakan bakal makin ketat. Pekerja yang punya kombinasi keterampilan teknis dan soft skills akan jadi yang paling dicari. Jadi, investasi dalam pendidikan dan pelatihan yang berkualitas itu penting banget bagi semua orang yang ingin sukses di era AI. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel