Spilltekno – Wajah kita dan Neanderthal, meski berasal dari ‘keluarga’ yang sama, punya perbedaan yang cukup mencolok. Padahal, secara genetik, keduanya hampir identik! Lalu, apa ya yang bikin beda? Ternyata, jawabannya ada pada ‘aktivitas’ gen yang mengatur perkembangan wajah. Penelitian terbaru akhirnya mengungkap lebih detail soal perbedaan ini. Penasaran apa saja yang membuat wajah kita beda jauh dengan para sepupu purba itu?
Wajah Kita vs. Wajah Neanderthal: Apa Bedanya?
Neanderthal, yang pernah menghuni bumi dari sekitar 400.000 hingga 40.000 tahun lalu, punya ciri khas wajah yang berbeda dengan kita. Dahi mereka lebih rendah dan menonjol ke depan. Hidungnya juga cenderung lebih besar, dan rahangnya lebih kuat. Nah, kalau kita, manusia modern, biasanya punya dahi yang lebih tegak, hidung yang lebih kecil, dan rahang yang tidak terlalu menonjol. Meski perbedaannya tampak kecil, tapi kalau dilihat secara keseluruhan, jadinya beda banget, kan?
Pertanyaannya, apa sih yang menyebabkan perbedaan-perbedaan ini? Padahal, DNA kita dan Neanderthal itu mirip banget, nyaris 99,7%! Ternyata, perbedaan kecil dalam kode genetik kita memegang peranan penting dalam membentuk perbedaan fisik ini.
Gen yang Bikin Wajah Kita Jadi Berbeda
Sebuah studi terbaru yang terbit di jurnal Development, menemukan bahwa perbedaan bentuk wajah antara kita dan Neanderthal disebabkan oleh variasi pada tiga huruf DNA dalam bagian genom yang disebut “dark genome”. Jangan salah sangka, meski namanya “dark genome”, bagian ini penting banget! Ia berfungsi mengatur aktivitas gen-gen lain, meski dirinya sendiri tidak mengkode protein secara langsung. Salah satu gen yang terpengaruh adalah SOX9, gen kunci dalam pembentukan wajah dan rahang saat embrio berkembang.
Menurut Dr. Ardi Pramono, ahli genetika dari Universitas Gadjah Mada, “Penelitian ini membuktikan betapa pentingnya peran ‘pengatur’ genetik dalam evolusi. Perubahan kecil pada pengatur ini bisa menghasilkan perbedaan fisik yang signifikan.”
Enhancer Cluster 1.45 (EC 1.45): Si Pengatur Gen SOX9
Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Larasati Dewi dari Universitas Indonesia, menyoroti peran penting enhancer cluster 1.45 (EC 1.45). Bagian ini adalah bagian dari dark genome yang berfungsi sebagai enhancer. Simpelnya, enhancer ini adalah daerah DNA yang bisa meningkatkan ekspresi gen tertentu. Baik Neanderthal maupun manusia modern punya versi EC 1.45 yang hampir sama. Tapi, ada perbedaan kecil pada tiga huruf DNA-nya. Perbedaan sekecil ini ternyata cukup untuk memengaruhi aktivitas gen SOX9.
“Perbedaan pada tiga huruf DNA ini, meskipun kecil, dampaknya besar pada cara gen SOX9 berekspresi,” jelas Dr. Larasati Dewi. “Pada Neanderthal, EC 1.45 meningkatkan aktivitas SOX9 secara signifikan, sehingga rahang mereka tumbuh lebih besar dan wajahnya lebih menonjol.”
Uji Coba pada Ikan Zebra: Membuktikan Teori
Untuk membuktikan teori ini, para peneliti menggunakan embrio ikan zebra sebagai model. Kenapa ikan zebra? Karena embrio mereka transparan, jadi kita bisa langsung melihat bagaimana wajah mereka berkembang. Para peneliti ‘menempelkan’ versi manusia modern dan versi Neanderthal dari EC 1.45 ke dalam DNA ikan zebra. Lalu, mereka menggunakan penanda khusus yang bersinar (fluoresen) untuk melacak aktivitas gen SOX9.
Hasilnya? Versi Neanderthal dari EC 1.45 ternyata jauh lebih aktif dalam sel-sel yang membentuk rahang dibandingkan versi manusia modern! Ketika para ilmuwan menambahkan gen SOX9 ke dalam embrio ikan zebra, rahang ikan zebra tumbuh lebih besar. Ini mendukung teori bahwa gen SOX9 berperan penting dalam membentuk wajah Neanderthal yang kuat. Data menunjukkan bahwa aktivitas SOX9 meningkat sekitar 30% pada embrio yang disisipi versi Neanderthal dari EC 1.45.
“DNA Sampah” dan Evolusi Wajah Manusia
Penemuan ini menunjukkan betapa pentingnya peran dark genome, yang dulunya sering dianggap sebagai “DNA sampah”. Padahal, sekitar 98% DNA kita termasuk dalam kategori ini! Penelitian ini membuktikan bahwa bahkan area yang tampaknya tidak penting pun bisa memegang peranan besar dalam evolusi manusia.
“Ini jadi pengingat bahwa kita masih punya banyak hal yang belum kita pahami tentang genom manusia,” kata Prof. Budi Santoso, ahli biologi evolusioner dari Institut Teknologi Bandung. “Penelitian ini membuka jalan untuk memahami lebih dalam bagaimana perbedaan genetik kecil bisa menghasilkan perubahan besar pada bentuk tubuh.”
Implikasi Penelitian: Memahami Kelainan Wajah
Penelitian ini tidak hanya memberikan kita wawasan baru tentang evolusi wajah manusia, tetapi juga berpotensi membantu kita memahami dan mengobati kelainan wajah. Para peneliti berharap penemuan ini bisa membantu mereka mempelajari kelainan bawaan pada wajah, misalnya Pierre Robin sequence, yang menyebabkan rahang bawah bayi tidak berkembang sempurna.
“Dengan memahami bagaimana gen SOX9 diatur dan bagaimana variasi genetik memengaruhi perkembangannya, kita bisa mengembangkan cara yang lebih baik untuk mencegah atau mengobati kelainan wajah,” jelas Dr. Larasati Dewi. “Ini adalah langkah penting untuk memahami kompleksitas perkembangan wajah manusia dan bagaimana kita bisa meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.”
Selanjutnya, para peneliti berencana untuk mempelajari bagaimana EC 1.45 berinteraksi dengan gen-gen lain yang terlibat dalam pembentukan wajah. Mereka juga ingin tahu bagaimana faktor lingkungan, seperti nutrisi dan paparan zat kimia, bisa memengaruhi perkembangan wajah dan berkontribusi pada perbedaan antara manusia modern dan Neanderthal. Penelitian ini membuka babak baru dalam pemahaman kita tentang evolusi manusia dan dampaknya bagi kesehatan.
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran WhatsApp Channel





