Spilltekno – Kebocoran data jadi momok menakutkan bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Microsoft baru-baru ini merilis laporan yang menggambarkan betapa rumitnya dunia kejahatan siber saat ini. Pencurian data dan serangan yang menargetkan identitas pengguna, dua-duanya mengalami peningkatan yang bikin geleng-geleng kepala. Ironisnya, kecerdasan buatan (AI) yang seharusnya jadi solusi keamanan, malah dimanfaatkan juga oleh para penjahat siber. Alhasil, makin susah deh melindungi informasi penting. Dan, tahukah kamu? Indonesia termasuk negara yang rawan jadi sasaran empuk di kawasan Asia Pasifik.
Data Dicuri, Kasus Siber Meroket!
Laporan Microsoft Digital Defense Report 2025 (MDDR 2025) mengungkap fakta mencengangkan: pencurian data sekarang jadi “raja” dalam dunia kejahatan siber. Lebih dari 80% kasus yang diselidiki tim keamanan Microsoft ternyata berujung pada pencurian dan kebocoran data! Ini artinya, para pelaku kejahatan siber fokus banget buat ngumpulin dan manfaatin data sensitif buat berbagai tujuan. Mulai dari sekadar cari duit, sampai aksi mata-mata tingkat industri.
Laporan itu juga bilang, duit jadi motivasi utama para pelaku kejahatan siber. Dari Juli 2024 sampai Juni 2025, lebih dari separuh (52%) serangan siber di seluruh dunia dilakukan semata-mata untuk meraup keuntungan finansial. Makanya, penting banget buat perusahaan untuk memperkuat sistem keamanan mereka dan menjaga data berharga dari incaran para pencuri.
“Ancaman kebocoran data ini nyata banget dan harus jadi perhatian utama semua perusahaan,” kata seorang pakar keamanan siber yang minta dirahasiakan namanya. “Investasi di teknologi keamanan yang tepat dan ngelatih karyawan soal praktik keamanan siber yang baik itu kunci buat ngurangin risiko.”
Serangan ‘Nyolong’ Identitas Makin Menggila
Selain pencurian data, laporan Microsoft juga nunjukkin peningkatan yang bikin khawatir soal serangan berbasis identitas. Bayangin, serangan jenis ini naik 32% cuma dalam enam bulan pertama tahun 2025! Kebanyakan serangan identitas (lebih dari 97%) nyoba-nyoba nebak kata sandi secara massal alias password attacks. Para penjahat siber pakai cara ini buat nyoba masuk ke akun pengguna yang punya kata sandi lemah atau gampang ditebak.
Kalau berhasil, serangan berbasis identitas bisa kasih akses ilegal ke sistem dan data sensitif. Akun yang udah “dibajak” bisa dipake buat nyuri informasi, nyebarin malware, atau ngelakuin penipuan. Jadi, perusahaan wajib banget nerapin langkah-langkah keamanan yang kuat buat ngelindungin identitas penggunanya. Salah satunya, pakai autentikasi multi-faktor (MFA) dan bikin kebijakan kata sandi yang rumit.
“MFA itu salah satu cara paling ampuh buat nyegah akses ilegal ke akun pengguna,” jelas seorang analis keamanan siber. “Dengan mewajibkan pengguna buat nunjukkin bukti identitas tambahan selain kata sandi, perusahaan bisa secara signifikan ngurangin risiko serangan berbasis identitas.”
AI: Kawan Sekaligus Lawan di Dunia Siber
Kecerdasan buatan (AI) punya dua sisi mata uang dalam dunia keamanan siber yang terus berkembang. Di satu sisi, AI bisa dipake penjahat siber buat bikin serangan mereka makin hebat. Misalnya, AI bisa digunain buat otomatis nyari celah keamanan dalam sistem, bikin serangan phishing yang lebih meyakinkan, atau bahkan ngembangin malware yang lebih canggih.
Tapi, di sisi lain, AI juga nawarin peluang besar buat ningkatin pertahanan siber. Perusahaan bisa gunain AI buat nemuin dan ngerespon ancaman dengan lebih cepet dan efektif. Algoritma AI bisa menganalisis data keamanan dalam jumlah besar buat nemuin pola dan anomali yang mungkin nunjukkin adanya serangan. AI juga bisa dipake buat otomatisasi tugas-tugas keamanan rutin, kayak scanning kerentanan dan respons insiden.
“AI itu pedang bermata dua dalam keamanan siber,” kata seorang peneliti AI di bidang keamanan. “Penting buat perusahaan buat memahami potensi manfaat dan risiko AI, dan buat ngembangin strategi keamanan yang komprehensif yang mencakup penggunaan AI secara bertanggung jawab.”
Indonesia Rawan Jadi Target di Asia Pasifik
Kalau diliat dari skala regional, Indonesia nangkring di posisi ke-12 sebagai negara dengan aktivitas siber tertinggi di Asia Pasifik. Data ini nunjukkin kalau perusahaan di Indonesia punya risiko besar buat kena berbagai jenis serangan siber, termasuk pencurian data, ransomware, dan malware Infostealer. Menurut laporan Microsoft, Indonesia nyumbang sekitar 3,6% dari total aktivitas siber di kawasan tersebut.
Salah satu ancaman yang lagi ngetren di Indonesia adalah malware Lumma Stealer. Laporan itu nyebutin kalau Lumma Stealer udah nyerang lebih dari 14 ribu perangkat di Indonesia selama paruh pertama tahun 2025. Malware ini dirancang buat nyuri informasi sensitif, kayak kata sandi, informasi kartu kredit, dan data pribadi lainnya.
“Indonesia punya ekonomi digital yang berkembang pesat, tapi juga ngadepin tantangan keamanan siber yang signifikan,” kata Dharma Simorangkir, President Director Microsoft Indonesia, dalam keterangan resminya. “Pertumbuhan ekonomi digital yang begitu cepet perlu diimbangin dengan kesiapan dan disiplin keamanan yang kuat.”
Tata Kelola Keamanan yang Kuat Itu Wajib!
Buat ngadepin dunia kejahatan siber yang makin kompleks, perusahaan harus mentingin tata kelola keamanan yang kuat. Caranya? Bikin dan nerapin kebijakan keamanan yang komprehensif, ngelatih karyawan soal praktik keamanan siber yang baik, dan investasi di teknologi keamanan yang tepat.
Tata kelola keamanan yang kuat juga mencakup pemantauan dan respons insiden yang efektif. Perusahaan harus punya proses buat nemuin, menganalisis, dan ngerespon insiden keamanan dengan cepet dan efektif. Ini termasuk gunain alat pendeteksi ancaman, ngebentuk tim respons insiden, dan ngembangin rencana respons insiden.
“Cybersecurity bukan cuma tanggung jawab IT, tapi bagian dari tata kelola bisnis dan fondasi kepercayaan dalam berinovasi,” tambah Dharma Simorangkir. “Dengan AI, kita punya peluang sekaligus tanggung jawab baru, yakni gimana mastiin setiap perusahaan, dari startup sampe lembaga publik, bisa berinovasi dengan aman dan bertanggung jawab.”
Ancaman siber terus berkembang, dan perusahaan harus terus beradaptasi biar gak ketinggalan dari para penjahat siber. Investasi berkelanjutan dalam keamanan, pelatihan karyawan, dan pemantauan yang cermat itu kunci buat ngelindungin data sensitif dan ngejaga kepercayaan pelanggan. Dengan kesadaran yang meningkat dan langkah-langkah keamanan yang proaktif, perusahaan bisa meminimalkan risiko dan mastiin keamanan di dunia digital yang makin kompleks.
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran WhatsApp Channel





