Spilltekno – Kamchatka, Rusia – Rabu kelabu (30/7/2025) lalu, gempa bumi dahsyat berkekuatan 8,8 mengguncang lepas pantai Semenanjung Kamchatka. Bayangkan betapa paniknya warga saat tsunami menyusul kemudian. Peristiwa ini jadi pengingat pahit, betapa rentannya wilayah di sekitar Samudra Pasifik terhadap amukan alam. Tapi, kenapa ya daerah-daerah ini seolah jadi langganan gempa dan tsunami? Jawabannya ada pada satu fenomena alam yang ngeri-ngeri sedap: Ring of Fire.
Mengenal Ring of Fire, Si Cincin Api
Ring of Fire, atau kalau diterjemahkan jadi Cincin Api Pasifik, itu bukan sekadar nama keren. Ini adalah zona berbentuk tapal kuda raksasa yang membentang mengelilingi Samudra Pasifik. Dari pantai barat Amerika Selatan dan Utara, terus melintasi Kepulauan Aleutian, Jepang, Filipina, Indonesia, sampai Selandia Baru. Sadar nggak sih, lebih dari 75% gunung berapi aktif di dunia ada di zona ini? Dan sekitar 90% gempa bumi yang terjadi di dunia, ya di sini juga tempatnya. Nggak heran kan kalau Ring of Fire ini disebut-sebut sebagai wilayah paling aktif secara seismik dan vulkanik di planet kita.
“Ring of Fire itu ibarat panggung sandiwara dinamika lempeng tektonik yang nggak pernah berhenti bergerak dan berinteraksi,” kata Dr. Andri Subandrio, ahli geologi dari Universitas Gadjah Mada, mencoba menjelaskan. “Semua aktivitasnya itu hasil dari proses geologis rumit yang terjadi di perut bumi selama jutaan tahun.”
Kenapa Ring of Fire Sering Gempa dan Tsunami?
Jadi, apa sih yang bikin Ring of Fire ini rawan banget sama gempa dan tsunami? Ternyata, ada dua faktor utama yang jadi biang keladinya: subduksi lempeng tektonik dan aktivitas vulkanik yang super aktif.
Subduksi Lempeng Tektonik: Tabrakan yang Mematikan
Subduksi itu bisa dibilang dalang utama dari semua gempa di Ring of Fire. Lempeng tektonik, alias pecahan-pecahan kerak bumi yang terus bergerak, saling sikut dan berinteraksi di zona ini. Di banyak area Ring of Fire, lempeng samudra yang lebih berat “menyelam” (istilah kerennya subduksi) di bawah lempeng benua yang lebih ringan. Bayangin aja dua mobil saling bertabrakan, pasti ada gesekan hebat kan? Nah, gesekan antara lempeng ini juga sama, menghasilkan tekanan yang luar biasa besar.
Tekanan ini terus menumpuk dan jadi energi elastis yang terpendam. Sampai akhirnya, saat tekanannya udah kelewatan batas kekuatan batuan di sekitarnya, terjadilah patahan mendadak. Energi yang lepas ini merambat sebagai gelombang seismik yang kita rasakan sebagai gempa bumi. Nggak jarang, gempa di zona subduksi ini magnitudonya gede banget dan bisa memicu tsunami, apalagi kalau ada pergerakan vertikal yang signifikan di dasar laut.
“Subduksi lempeng tektonik itu mekanisme utama yang memicu gempa bumi besar di Ring of Fire,” jelas Prof. Retno Purwati, ahli seismologi dari Institut Teknologi Bandung. “Energi yang udah ngumpul bertahun-tahun itu lepasnya tiba-tiba, ya jadinya guncangan dahsyat.”
Aktivitas Vulkanik: Gunung Berapi yang Ikut Campur
Selain subduksi, Ring of Fire juga terkenal dengan aktivitas vulkaniknya yang nggak kalah heboh. Lempeng yang “menyelam” tadi, lama-lama mencapai kedalaman tertentu di dalam mantel bumi. Di sana, karena panas dan tekanannya tinggi banget, dia mulai meleleh. Material cair ini, yang kita kenal sebagai magma, naik ke permukaan lewat retakan dan celah di kerak bumi, dan jadilah gunung berapi.
Letusan gunung berapi memang bisa memicu gempa bumi lokal, bahkan tsunami. Tapi biasanya, tsunami yang disebabkan oleh letusan nggak sebesar yang diakibatkan gempa di zona subduksi. Letusan eksplosif bisa memicu longsor bawah laut atau bikin kaldera gunung berapi ambrol ke laut. Nah, runtuhan inilah yang bisa menghasilkan gelombang tsunami.
“Gunung berapi di Ring of Fire itu hasil dari proses magmatisme yang terkait dengan subduksi,” kata Dr. Agung Nugroho, seorang vulkanolog dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). “Magma yang naik ke permukaan itu bawa energi panas dan material vulkanik, yang bisa memicu berbagai jenis bahaya geologis.”
Indonesia: Rumah Kita di Tengah Ring of Fire
Indonesia, negara kepulauan yang kita cintai ini, posisinya memang serba salah. Kita ada di pertemuan tiga lempeng tektonik utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Artinya, kita ini langganan jadi “arena tinju” lempeng-lempeng itu. Sebagian besar wilayah Indonesia berada di zona subduksi, tempat Lempeng Indo-Australia “menyelam” di bawah Lempeng Eurasia. Nggak heran kan kalau Indonesia rawan banget sama gempa bumi dan tsunami.
Selain itu, Indonesia juga punya lebih dari 120 gunung berapi aktif. Wow! Ini menjadikan kita salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia. Aktivitas vulkanik yang tinggi ini juga menambah potensi bahaya geologis di Indonesia.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Tujuannya jelas, buat mengurangi dampak gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Sistem peringatan dini tsunami terus diperbaiki, dan edukasi masyarakat tentang cara menyelamatkan diri saat bencana juga terus digalakkan. “Kesiapsiagaan adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, dalam sebuah konferensi pers. “Dengan pemahaman yang baik tentang bahaya dan tindakan yang tepat, kita bisa menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian materi.”
Dengan memahami fenomena Ring of Fire dan penyebabnya, kita jadi lebih siap menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami. Penelitian terus dilakukan buat memahami lebih dalam proses geologis yang rumit ini, dan teknologi canggih digunakan buat memantau aktivitas seismik dan vulkanik. Harapannya, dengan pengetahuan dan kesiapsiagaan yang lebih baik, dampak bencana alam di Ring of Fire bisa kita minimalisir. Ke depannya, kolaborasi internasional dan peningkatan infrastruktur mitigasi bencana jadi kunci buat melindungi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan ini. Spilltekno
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan Saluran Whatsapp Channel